Langsung ke konten utama

Kegagalan Bisnis Giant, Strategi Apa yang Akan Dilakukan?

 Oleh : Mochamad Vichi Fadhli Rachman


Dalam perkembangan bisnis yang semakin cepat, setiap perusahaan didorong untuk mampu beradaptasi dengan cepat di era VUCA (Volatility, Uncertainty, Complexity, Ambiguity). Perubahan ini menyentuh di seluruh sektor bisnis. Tidak ada yang mengetahui secara pasti bagaimana situasi market di masa depan. Di tengah era marketing 4.0 yang kini terus bergerak menuju periode marketing 5.0, berbagai sektor industri berlomba-lomba merubah strategi bisnisnya di tengah perilaku konsumen yang terus berubah setiap waktunya. Salah satu sektor yang mengalami dampak perubahan tersebut adalah bisnis perusahaan ritel di berbagai negara.

Perkembangan bisnis ritel di Indonesia cukup memberikan warna dan persaingan yang sengit. Kabar terbaru yang cukup menyedihkan adalah rencana penutupan seluruh gerai Giant di Indonesia. Giant adalah salah satu pemain besar di sektor bisnis ritel yang sudah lama beroperasi di Indonesia. Awal mula Giant didirikan pada tahun 1944 di Kuala Lumpur.  Berawal dari sebuah toko kecil kemudian Giant mengalami perkembangan bisnis yang cukup besar. Hal ini dipicu oleh pembelian 90% kepemilikan usaha oleh Dairy Farm International Holdings yang membuat usaha Giant semakin membesar. Kemudian Giant berkembang ke Vietnam pada Desember 2011. Sedangkan di Indonesia, Giant mulai beroperasi di tahun 2002 di bawah grup bisnis PT. Hero Supermarket Tbk.

Jika melihat riwayat Giant yang sudah berdiri lama dan mampu bersaing dengan beberapa pemain besar lainnya, kita mungkin tidak akan menyangka bahwa usaha ritel sebesar Giant pun akan menemukan titik akhir kebangkrutannya. Sebelum menelaah lebih lanjut problem yang dialami Giant, tentunya kita harus memahami karakteristik bisnis ritel. Apa itu bisnis ritel? Bagaimana cara kerja ritel? Siapa pemain-pemain ritel di Indonesia?

Menurut Toyip dalam Edwin Japriyanto (2012) mengatakan bahwa “Bisnis ritel (bisnis eceran) meliputi seluruh aktifitas yang melibatkan penjualan barang dan jasa langsung kepada konsumen”. Sedangkan menurut Kotler (2000:502) retailing yaitu: “Penjualan eceran meliputi semua aktivitas yang melibatkan penjualan barang atau jasa pada konsumen akhir untuk dipergunakan yang sifatnya pribadi, bukan bisnis”.

Secara bentuk kepemilikan, Giant masuk dalam kategori Corporate Chain Store, yaitu bentuk dari beberapa toko yang berada di bawah satu organisasi atau kelompok bisnis. Giant berada di bawah grup bisnis Hero. Hero Group memiliki 4 usaha yang berjalan di antaranya Hero Swalayan, Guardian, Giant, dan IKEA. Dari keempat brand toko tersebut, Giant secara khusus mengambil bentuk Hypermarket dengan segment pasar yang lebih besar dalam menjual lini produk eceran makanan, minuman, dan beberapa barang kebutuhan konsumsi pribadi lainnya.

Beberapa pemain besar dalam industri ritel di kelas Giant ini antara lain Wal-Mart dan Carrefour, sedangkan pesaingnya di skala lokal-regional seperti Borma, Griya-Yogya Group, Superindo dan Lotte. Sedangkan pesaing-pesaingnya yang lain juga dapat teridentifikasi di kelas format toko yang lebih kecil yaitu Alfamart, Indomaret, Individual Market, dan toko-toko kelontong.

Akar Persoalan  Giant Tutup

Di beberapa laman berita menyebutkan bahwa seluruh gerai Giant akan ditutup pada akhir Juli 2021. Keputusan ini telah dikonfirmasi oleh Presiden Direktur PT. Hero Supermarket Tbk Patrik Lindvall. Menurutnya, keputusan tersebut merupakan hasil dari tinjauan strategis di masing-masing portofolio brand mereka yaitu seperti Hero Supermarket, Guardian, IKEA dan Giant. Dalam wawancaranya disebutkan bahwa keputusan ini tidak datang di waktu yang cepat, mereka sudah melihat tren di industri hypermarket selama bertahun-tahun, tidak hanya di Indonesia tetapi juga secara global dan regional.

            Direktur Fitch Ratings Olly Prayudi menjelaskan lebih lanjut, beberapa operator hypermarket masih akan menghadapi persaingan yang ketat dari format minimarket yang lebih kecil dan pengecer kelontong tradisional meskipun persaingan dari hypermarket menurun. Sebagai bahan gambaran umum pasar ritel di Indonesia, Hypermart memiliki 90 toko pada akhir tahun 2020, Giant memiliki 75 gerai terdiri dari Giant Ekstra dengan format besar dan Giant Ekspres dengan format lebih kecil, setelah sebelumnya menutup 25 gerai sejak tahun 2019. Selebihnya pasar ritel didominasi oleh format minimarket kecil seperti Alfamart milik PT. Sumber Alfaria Trijaya Tbk yang diberi nilai AA- dan Indomaret milik PT. Indomarco Prismatama, dengan masing-masing memiliki lebih dari 15.000 toko di seluruh Indonesia.

            Kinerja Alfamart dan Indomaret juga terus tumbuh. Hal berikut ditandai dari Alfamart yang menambah lebih dari 1.000 toko sementara Indomaret menambah 700 toko selama tahun 2020. Sedangkan pada format kelas hypermarket, kinerjanya masih berjuang dan mempertahankan kehadiran toko mereka. Persaingan di kelas hypermarket sebenarnya tidak begitu ketat, persaingan justru hadir lintas kelas ritel yang diserbu oleh kategori minimarket. Berangkat dari data kuantitatif yang ada, maka bisnis ritel secara jelas meningkat dalam format toko lebih kecil. Apa yang menyebabkan hal ini?

            Sebab utamanya adalah adanya perubahan perilaku konsumen yang lebih nyaman belanja di lingkungan terdekatnya. Adanya kedekatan antara pembeli dan toko ritel membuat pembeli tidak perlu jauh-jauh berbelanja. Kondisi ini berlangsung dan mengubah pola beli konsumen jadi lebih tertarik pada minimarket dibanding hypermarket yang jauh dari lingkungan konsumen. Keunggulan kompetitif minimarket ini juga didorong oleh kedekatannya dengan rantai pemasok sehingga membuat bisnisnya terus berkembang.

            Consumen Behavior menjadi salah satu topik yang tidak pernah terlepas dari diskursus analisa marketing. Krisis pandemi covid-19 turut merubah perilaku masyarakat. Dari situasi yang sulit ini juga berdampak pada seluruh kegiatan peritel dan pelanggan. Namun yang dapat kita tarik bahwa masyarakat lebih memilih belanja bahan makanan di lingkungan terdekat dan menghindari keramaian. Hal ini semakin membuka jalan bagi minimarket untuk mengoptimalkan kelebihannya di banyak lingkungan pemukiman.

Selain meninjau faktor keunggulan dari segi lokasi dan tempat, kita dapat melihat kinerja keuangan dari beberapa pemain besar ritel di Indonesia. Kinerja keuangan hypermarket yang sedang lesu semakin mempersulit persaingan dengan minimarket. Hero terus mengalami kerugian operasional ditinjau dari penurunan pendapatan 16 persen secara tahunan dari sebelumnya Rp. 2,6 triliun kuartal I/2020 menjadi Rp. 1,7 triliun kuartal I/2021. Selain Hero, pesaingnya Hypermart Matahari juga mengalami penurunan pendapatan sebesar 22 persen.

Jika harus dilihat dalam hal penganggaran, format bisnis hypermarket juga mengeluarkan biaya operasi lebih tinggi dalam hal biaya sewa dan tenaga kerja dibanding format minimarket. Maka sudah jelas masa depan hypermarket di Indonesia sampai saat ini sulit untuk menandingi pertumbuhan pasar minimarket.

Langkah Strategis Bisnis HERO Group

            Berangkat dari beberapa kondisi yang dialami dan evaluasi komprehensif yang ada. Maka keputusan untuk menutup Giant sebenarnya telah dipertimbangkan sejak lama. Dapat dilihat bahwa faktor utama dari penutupan Giant ini adalah perubahan pola beli konsumen dan efektivitas kompetitor kelas minimarket yang merajai pasar. Dari pemaparan yang disampaikan oleh Patrik Lindvall, bahwa HERO akan melakukan perubahan pola marketnya yang akan berfokus pada 3 bisnisnya di Hero Supermarket, Guardian, dan IKEA.

            Sementara format Giant yang sebelumnya ada akan dikonversikan menjadi Hero Supermarket. Optimalisasi Hero Supermarket adalah langkah penguatan pada primary business mereka. Selain itu, Hero memiliki visi yang lebih tajam dalam melihat potensi pasar berbasiskan digital. Salah satu prinsip dari marketing adalah memenuhi kebutuhan konsumen. Dengan adanya perubahan perilaku konsumen yang juga ditopang dalam kemajuan industri di era marketing 4.0, kebutuhan konsumen atas pelayanan yang berbasiskan online semakin diminati. Belanja daring menjadi salah satu penentu untuk ketiga merk Hero. Prinsip dari mereka adalah kepuasan konsumen dan aksesibilitas, yang dikombinasikan dengan keterjangkauan. Maka dengan dibentuknya perencanaan pembelanjaan e-commerce di ketiga merk mereka sebagai upaya memberikan kemudahan berbelanja bagi konsumen.

            Fenomena kegagalan Giant ini justru berbanding terbalik pada menguatnya nilai saham dari PT. Hero Supermarket Tbk. Setelah memaparkan rencana bisnisnya justru turut mengundang banyak investor untuk melirik saham Hero. Hal ini bisa menjadi stimulus positif bagi Hero ke depan. Namun, faktor fundamental dan strategi marketing yang tepat akan menjadi penentu keberhasilan Hero ke depan.

 

 

Sumber Referensi:

https://market.bisnis.com/read/20210527/192/1398393/giant-tutup-ceo-hero-kami-fokus-buka-lapangan-kerja-3-tahun-ke-depan.

https://market.bisnis.com/read/20210527/192/1398393/giant-tutup-ceo-hero-kami-fokus-buka-lapangan-kerja-3-tahun-ke-depan

Hero - Corporate Information

 Ferina Manecksha (13 January 2000). "Giant TMC adopts e-commerce initiative"New Straits Times  – via HighBeam (perlu berlangganan). Diarsipkan dari versi asli tanggal 29 March 2015. Diakses tanggal 16 April 2016.

10 Facts About Giant, The Supermarket From M'sia That is Everywhere in S'pore"Goody Feed (dalam bahasa Inggris). 2019-06-30. Diarsipkan dari versi asli tanggal 28 May 2021. Diakses tanggal 2021-04-23.

Giant TMC to open ninth outlet". New Straits Times  – via HighBeam (perlu berlangganan). 16 October 2000. Diarsipkan dari versi asli tanggal 29 March 2015. Diakses tanggal 16 April2016

Kotler, Philip (2000). Prinsip – Prinsip Pemasaran Manajemen, Jakarta : Prenhalindo.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Tiktok Shop vs Pasar Konvensional

Oleh : Moch Vichi Fadhli R. S.Pd., M.M.   Pasar Tanah Abang dan beberapa toko pakaian tradisional mulai sepi. Banyak para pedagang gulung tikar dan merasa dirugikan karena kehadiran platform social-commerce dan perang harga yang tidak sesuai dengan logika pasar. Lalu, pemerintah tengah ramai ditekan agar membuat kebijakan khusus untuk menutup platform Tiktok sebagai media ekonomi yang menghancurkan UMKM tradisional. Fenomena ini sebenarnya terjadi karena adanya gap antara attitude dan behavior , Carrington (2016) pernah meneliti persoalan ini secara kritis. Krisis ini terjadi ketika pasar sendiri yang menciptakan gap di antara pilihan cara berkonsumsi secara individualis dan ketersediaan pasar secara sistemik. Hal yang mendasari tersebut adalah bagian dari kontradiksi kapitalisme yang tidak pernah bisa berhenti menciptakan hasrat tak terpuaskan dan ekses konsumsi. Dari pernyataan ini muncul ketidaksesuaian antara hasrat dan perbuatan. Ketidaksiapan masyarakat dalam mengkonsumsi m

5 Kunci Rahasia Meningkatkan Omset Penjualan bagi Sales Kanvas

  Sejauh ini, banyak sales yang masih terkendala oleh hasil penjualannya karena tidak mencapai target.   Kalau di daerah yang kita kerjakan sama sekali mengalami fase stuck dan tidak berkembang. Maka kita harus cek atau periksa hal apa yang bikin hasil dari penjualan kita stagnan. Kalau kita sudah tau masalahnya, lalu kita bisa menciptakan solusi tersebut dari masalah yang kita miliki. Jika pencapaian omset diukur dari minggu ke minggu, Berikut ini kunci rahasia   omset penjualan agar meningkat :   1.  Bekerja berbasiskan data Banyak dari kita atau sebagai sales yang meremehkan data. Padahal data adalah faktor kunci kita dalam bekerja. Sayangnya banyak di antara kita yang berfokus pada aktivitas lapangan tapi lemah dalam soal data. Dapat dikatakan bekerja terkait data erat kaitannya dengan tim administrasi atau supervisor, karena hanya mereka yang memiliki keleluasaan dalam mengakses data. Padahal bagi seorang sales, jika bekerja berdasarkan data maka seorang sales di lapangan da

Skema Pemberangusan Demokrasi Kampus

Menyikapi Peraturan Disiplin Mahasiswa UPI 2013 Oleh : Moch. Vichi Fadhli R             Pemuda dan mahasiswa semakin dihadapkan pada ketidakpastian arah dan cenderung terjerambab dalam jurang semu dunia pendidikan kekinian. Hal ini semakin tampak, dalam melihati situasi nasional yang begitu bergejolak, dengan upaya liberalisasi di tubuh pendidikan yang pada akhirnya berimbas pada melonjaknya biaya pendidikan, komersialisasi pendidikan, hilangnya akses rakyat untuk mengenyam Pendidikan Tinggi (PT), juga diskriminasi terhadap rakyat dalam mengakes bangku pendidikan.             Dalam hal ini tentunya secara alamiah akan menumbuhkan gejolak protes masyarakat lewat berbagai aksi karena abainya pemerintah dalam melakukan pencerdasan terhadap seluruh rakyat Indonesia. Khususnya pemuda dan mahasiswa sebagai warga kampus yang turut secara langsung merasakan mahalnya harga kuliah sehingga akan timbul secara sendirinya gejolak massa dalam berekspresi, juga berpendapat dalam berbagai