Harga-harga Melambung Naik,
Hidup Rakyat dan
Mahasiswa Semakin Sulit
Beragam cerita kelam kembali menghias wajah bumi pertiwi ini. Belum selesai polemik di antara Polri vs KPK, Jokowi kembali membuat kebijakan yang sangat memberatkan kehidupan rakyat. Pemerintah kembali menaikan harga kebutuhan pokok rakyat. Perkembangannya saat ini, gas 12 kilogram naik sebesar Rp.5000, BBM naik kembali Rp.200 jenis premium, dan melonjaknya harga beras.
Terutama beras, yang menjadi bahan makanan pokok rakyat. Kini harga beras sampai pada angka Rp.12.000. Lalu mengapa rezim Jokowi-JK berani menaikan harga? Hal ini dilakukan karena rezim Jokowi-JK masih menggantungkan ekonomi nasional pada pasar internasional, yang pada hari ini peran pasar telah dikontrol dan dipimpin oleh asing.
Tingginya harga BBM dan gas LPG adalah wujud nyata dari tunduknya rezim Jokowi-JK dari mekanisme pasar. Mekanisme pasar minyak dan gas tersebut telah dikuasai oleh Amerika Serikat (Nymex). Sementara itu akar persoalan tingginya harga, sumber daya alam berupa minyak dan gas di tanah Indonesia 90 persennya telah dimonopoli oleh asing, hasil produksinya pun di lempar ke pasar internasional, tidak mengutamakan kebutuhan dalam negeri (Indonesia).
Sedangkan, tingginya harga beras harus kita lihat secara jelas. Petani beras mengeluarkan biaya produksi sebesar Rp.5.180/kg. Sedangkan BULOG membeli beras dari petani Rp.6.600/kg. Namun, nyatanya pemerintah memberikan harga di pasaran sebesar Rp.12.000/kg. Yang dirugikan tentunya lagi-lagi rakyat Indonesia dengan harga yg melangit. Padahal harus kita ketahui bahwa Indonesia adalah negara agraris tapi kenapa untuk beli beras saja harus mahal dan susah?
Gembar-gembor kedaulatan pangan yang disuarakan tentunya hanya lipstik pemerintah semata. Padahal, sumber pangan yang tidak berdaulat hari ini juga imbas dari tingginya perampasan tanah dan monopoli tanah yang dilakukan oleh perusahaan besar untuk kepentingan tanaman komoditas (sawit, kayu, karet, dll). Ditambah juga monopoli pangan dilakukan oleh perusahaan besar AS seperti Monsanto di Indonesia.
Lalu, apa dampak yang dirasakan oleh mahasiswa? Di Bandung, ada sekitar 80 kampus, baik kampus negeri dan swasta dengan jumlah mahasiswa yang besar. Selain warga bandung asli, banyak mahasiswa yang dari luar Bandung untuk berkuliah. Hal ini yang mendorong mahasiswa harus secara mandiri memenuhi kebutuhan pokoknya di Bandung, setelah diberatkan oleh biaya kuliah yang sangat tinggi. Dan juga harus diimbangi dengan biaya kosan, pulsa, transportasi, print-an tugas, semua itu akan dipersulit dengan mahalnya harga beras. Ini semua tentunya akan semakin menurunkan kualitas hidup mahasiswa, ditengah-tengah beban akademik dan tugas yang tinggi. Oleh karenanya, kami dari Front Mahasiswa Nasional (FMN) Cabang Bandung menyatakan sikap, bahwa kebijakan menaikan harga-harga yang dilakukan oleh rezim Jokowi-JK adalah wujud dari kebijakan neoliberal yang menyengsarakan rakyat dan mahasiswa. Dan kami menuntut agar pemerintahan Jokowi-JK segera "Turunkan Harga-harga Kebutuhan Pokok di Indonesia!"
4 Maret 2015,
M. Vichi Fadhli
Ketua FMN Cabang Bandung
Komentar
Posting Komentar