Langsung ke konten utama

Semakin Tajamnya Komersialisasi Pendidikan dan Penindasan Terhadap Mahasiswa UPI


Pemuda-mahasiswa tengah berada dalam kenyataan penindasan yang hebat. Terutama kampus UPI adalah salah satunya. Sebuah cerita pelik yang terus menyuguhkan rentetan diskrimasi dan penindasan terhadap mahasiswanya. Akhir-akhir ini problem yang sedang menajam terkait soal kebijakan cuti paksa terhadap mahasiswa. Kampus memberikan sanksi akademik berupa pencutian bagi mahasiswa yang belum atau tidak bisa membayar Uang Kuliah Tunggal (UKT). UKT merupakan mekanisme pembayaran persemester yang baru diterapkan dengan penghapusan biaya pangkal masuk universitas. Jika sudah melewati waktu pembayaran yang sudah ditetapkan, secara langsung kampus pun tak segan untuk mencutipaksakan.
Dalam pernyataan Aliansi Mahasiswa UPI sebelumnya “ada 6 mahasiswa UPI yang dicutikan karena tidak bisa membayar UKT.  Jumlah yang sebenarnya masih lebih dari itu dikarenakan data ini baru dihimpun dari beberapa jurusan”. Sedangkan, melalui akun twitternya BEM Rema UPI memberikan keterangan, “ada beberapa mahasiswa 2013 yang dibebaskan biaya kuliahnya semester 1dan 2, dan semester 3 tetap bayar seperti biasa.  Disamping itu, 47 mahasiswa dicuti paksakan.”
Jika kita lihat, banyaknya mahasiswa yang dicutipaksakan karena boroknya cerminan rektorat di kampus UPI sebagai kepanjangan tangan dari kapitalis birokrat. Kampus semakin terdesak untuk menjaga sirkulasi modal terus berjalan, sedangkan puluhan mahasiswa tidak mampu untuk membayar, mengakibatkan kampus menampakan dirinya sebagai mesin mekanik kapital. Jelaslah karakternya, manut pada profit dibanding hak mahasiswa untuk mengakses pendidikan.
Dalam mempertegas dimana letak rektor yang anti mahasiswa ada dalam surat keputusannya. BEM Rema UPI menambahkan “Rektor mengeluarkan 3 Surat Keputusan (SK) berkaitan mahasiswa yang mengajukan penangguhan, SK pertama seperti apa yang dikatakan di atas, ada beberapa mahasiswa 2013 dibebaskan biaya kuliahnya pada semester 1 dan 2, tapi semester 3 kembali bayar seperti biasa. SK yang kedua memutuskan beberapa mahasiswa yang ditangguhkan bisa untuk menyicil di bulan-bulan berikutnya. SK yang ketiga memutuskan sejumlah 47 mahasiswa dicutikan.”
Dari setiap keputusan rektor ini sama-sekali tidak ada yang menguntungkan mahasiswa. Karena tidak ada jaminan yang pasti bagi mahasiswa dapat duduk di  bangku kuliah selama 8 semester tanpa tekanan, setiap semester tentunya  mahasiswa yang tidak mampu harus berhadapan dengan status penangguhan yang penuh intervensi. Jika keadaan demikian terus dipaksakan, dari semester ke semester, ada potensi sampai pada puncaknya dimana mahasiswa tak sanggup lagi membayar sehingga menyerahkan dirinya pada kebijakan kampus (Drop Out ataupun Cuti Paksa)
Sebelum lebih jauh kita memblejeti gagalnya kampus UPI dalam menyelenggarakan  pendidikan bagi rakyat, mari kita periksa terlebih dahulu situasi umum masyarakat Jawa Barat yang merupakan mayoritas mahasiswa UPI. Masyarakat Jawa Barat 60 persennya adalah petani, dominasi tani miskin yang penghasilannya tidak lebih dari 10 ribu perharinya. Sempitnya lahan memaksa petani untuk bertahan hidup seadanya dari hasil produksi yang terbatas. Selain Petani, komposisi penduduk terbesar kedua di Jawa Barat adalah buruh, terhitung sekitar 8 juta jiwa yang menumpukan hidupnya sebagai buruh. Sedangkan buruh dihadapkan pada skema politik upah murah yang diterapkan oleh persekutuan pemerintah dan pemodal, jika dilihat dari penghasilannya yang rata-rata 1,6 juta rupiah, akan sulit bagi anak seorang buruh dapat sekolah di perguruan tinggi, seperti UPI. Ditambah lagi bahwa semakin intensifnya konflik agraria yang tidak jarang menimpa kaum tani atas persoalan perampasan dan monopoli tanah yang dilakukan oleh perusahaan asing dan perusahaan berbadan Negara atau BUMN. Hal ini yang menyebabkan pemuda di pedesaan berbondondong-bondong ke kota, lalu kembali terjebak pada sempitnya lapangan pekerjaan, sehingga angka pengangguran terus menggelembung. Tercatat angka pengangguran meningkat dari 9,08% tahun 2012 menjadi 9,22% tahun 2013.
Angka Partisipasi masyarakat Jawa Barat yang berkuliah tergolong yang paling rendah di Indonesia. Penduduk usia berkuliah (19-24 tahun) hanya 12,37% saja yang mampu berkuliah, artinya pemuda yang berkuliah kurang dari 500 ribu orang dari keseluruhan 3,6 juta pemuda (usia berkuliah) di Jawa Barat.
Berangkat dari itu, kita dapat mengetahui bahwa kampus yang semakin melipatgandakan biaya semesterannya lewat mekanisme pembayaran UKT, justru menjauhkan diri dari realitas rakyat yang sebenarnya. Lalu, Berapa besaran biaya UKT bagi mahasiswa UPI 2013 sekarang? Ada 6 golongan UKT yang diberlakukan di UPI mulai dari yang paling rendah di Golongan 1 dan 2 berjumlah dari 0 sampai 2 juta rupiah. Sedangkan Golongan 3 sampai 6 berjumlah dari 3 juta sampai 9 juta rupiah. Itu pun dari kesemuanya yang mendapat golongan 1 dan 2 hanya berjumlah 10 persen saja dari ribuan mahasiswa miskin. Sedangkan berdasarkan hasil investigasi FMN dari sampel dua jurusan di UPI, mayoritas mahasiswa masuk dalam Golongan 4 dengan UKT persemester sebesar 4 juta rupiah. Biaya yang terlampau mahal membuat bingung banyak mahasiswa untuk bisa membayar UKT selama 8 semester, apalagi persemesternya harus terus kena intervensi kampus ketika telat membayar dan lain sebagainya. Kaum buruh, buruh tani, tani miskin, kaum miskin kota dan seluruh lapisan rakyat tertindas yang menjadi mayoritas masyarakat Jawa Barat tentu tak sanggup lagi menanggung hutang yang sudah bergunung-gunung, mereka segera akan menjadi lumut yang siap menyebar dan menciptakan kekalutan tersendiri di dalam kampus.
Adapun Bantuan alternatif yang dikelola oleh UPI yang bernama Bantuan Mahasiswa Tidak Mampu (BMTM) pun masih di audit dan dibekukan, oleh karena terganjalnya UPI dalam kasus korupsi yang masih terus diperiksa oleh Irjen Dikti. Padahal BMTM itu setidaknya dapat meminimalisir beban mahasiswa ketika mahasiswa tidak mampu membayar  pada waktu yang sudah ditetapkan. Tidak adanya transparansi BMTM pun menjadi rapor merah UPI di tengah kerumunan massa yang menantikan bantuan BMTM itu sendiri.
Simpulan Persoalan Pendidikan Saat Ini dan Jalan Keluarnya
Berdasarkan dari sekelumit masalah yang ada di kampus UPI inilah dapat disimpulkan, bahwa hari ini Pendidikan anti ilmiah, anti demokratis, dan anti rakyat. Kampus yang tidak Ilmiah berarti, Kampus telah menyuguhkan kenyataan-kenyataan palsu yang dibungkus dalam materi-materi pendidikannya yang tidak sesuai dengan persoalan pokok rakyat. Dan proses berjalannya pendidikan di UPI tidak menunjang segenap masyarakatnya untuk dapat mengenyam ilmu dan merasionalisasikan hakikat pendidikan yang sebenarnya harus didapatkan bagi rakyat.Ilmiah secara sederhana dapat diartikan sebagai hal yang bisa diterima fikiran sehat dan dapat dipraktekkan untuk menyelesaikan persoalan-persoalan kongkrit yang dialami oleh rakyat. Bukan malah menggusur rakyat miskin dengan kebijakan cuti paksa sehingga mahasiswa tak bisa berkuliah di kampus.
Kampus yang tidak demokratis, berarti dalam mengambil suatu keputusan dan kebijakan kampus tidak pernah melibatkan mahasiswa yang sebenarnya mahasiswa adalah unsur mayoritas dari masyarakat civitas akademika. Kebijakan cuti paksa dan pemberlakuan UKT yang mahal tidaklah bersandar pada kehendak mahasiswa dan masyarakat. Pendidikan yang tidak demokratis adalah ketika tidak dipakainya nilai-nilai demokrasi dalam metode dan penyelenggaraan pendidikan. Nilai–nilai demokrasi harus bersandarkan pada prinsip kesetaraan, partisipatif, kepentingan mayoritas, dan keadilan. Demokratis tentunya melibatkan seluruh mahasiswa untuk tetap bisa mengakses pendidikan di dalam kampus juga turut terlibat dalam perumusan dan pengambil kebijakan di dalam kampus.
Kampus yang anti rakyat, tidak semua rakyat dapat berkuliah di UPI, terutama kaum buruh, buruh tani, tani miskin, dan kaum miskin kota. Persoalan pendidikan hanya diorientasikan bagi pemodal dan segelintir berkantong tebal. Kampus hari ini tidak pernah menjamin terselenggaranya pendidikan untuk seluruh rakyat Indonesia tanpa membeda-bedakan suku, ras, agama, etnis, dan golongan ekonomi tertentu. Oleh karenanya kampus harus memberikan jaminan pemerataan kesempatan setiap rakyat untuk mengenyam pendidikan. Tidak ada diskriminasi dan pembatasan terhadap si miskin untuk bisa mengenyam pendidikan formal. Sejatinya pendidikan yang dihasilkan memberikan output yang mampu mencetak orientasi pengabdiannya pada massa rakyat Indonesia. Kunci dari semua ini adalah konten materi-materi pendidikanlah yang harus relevan dan menjawab persoalan-persoalan pokok rakyat.
Untuk itulah, Front Mahasiswa Nasional (FMN) Ranting UPI memandang perlu untuk menjawab problem pokok mahasiswa UPI juga menawarkan konsep pendidikan yang akan ditawarkan. Mengapa? Pertama, FMN sebagai ormas mahasiswa sejati yang melandaskan perjuangannya kepada persoalan sosial-ekonomi massa mahasiswa, bertugas untuk mengusung sebuah perjuangan massa mahasiswa yang pokok, yaitu pendidikan. FMN memandang bahwa kepentingan sosial-ekonomi mahasiswa hari ini telah diberangus oleh rezim anti rakyat (tuan tanah dan kaum kapitalis monopoli)
Kedua, Perjuangan FMN adalah bagian dari gerakan legal demokratik dan patriotik dalam mewujudkan tatanan masyarakat yang demokratis. Artinya FMN selalu mengarahkan perjuangan pada keberpihakannya dengan perjuangan massa rakyat Indonesia hari ini. Maka konsep tentang Sistem Pendidikan Nasional haruslah berpatokan pada kebutuhan massa rakyat Indonesia. Hal tersebut ditujukan untuk mendorong lahirnya sarjana-sarjana yang memiliki keahlian sesuai disiplin ilmunya dan mampu mempertanggungjawabkan ilmu pengetahuannya untuk mengabdi kepada kepentingan massa rakyat.
Dari serentetan masalah pelik yang menimpa, menjadikan ini sebagai batu pal yang sekeras mungkin harus bisa dihancurkan oleh kekuatan massa. Tak ada kata lain, perjuangan adalah mutlak. Tak ada lagi kata malas bergerak untuk kita semua, tangan kita adalah tangan besi yang sudah lama dibalut oleh kebisuan. Segera pandang dunia ini dengan mata terbuka kawan, satukan kekuatan, perkuat analisis kita, perdalam teori, dan perhebat praktek untuk menyalakan sumbu perlawanan dan membakar habis segala bentuk penindasan di dalam kampus. Selamat Bekerja Massa !
Hidup Mahasiswa !
Jayalah Perjuangan Massa !!


Ketua Pimpinan Ranting
FMN UPI

Moch. Vichi Fadhli R

Sumber :
Press Realease : Pernyataan Sikap Aliansi Mahasiswa UPI. Cuti Paksa Mahasiswa : Kebijakan Bodoh yang Menyiksa. Bandung, 7 April, 2014.
Pernyataan dari Akun twitter @BEMREMA_UPI. 13 April, 2014.
Baca Blog Atep Afia Online : Tingkat Partisipasi Kuliah di Jawa Barat Paling Rendah
Baca Dokumen FMN : Simposium Nasional Pendidikan Tinggi. Wujudkan Pendidikan yang Ilmiah, Demokratis, dan 

Komentar

Postingan populer dari blog ini

5 Kunci Rahasia Meningkatkan Omset Penjualan bagi Sales Kanvas

  Sejauh ini, banyak sales yang masih terkendala oleh hasil penjualannya karena tidak mencapai target.   Kalau di daerah yang kita kerjakan sama sekali mengalami fase stuck dan tidak berkembang. Maka kita harus cek atau periksa hal apa yang bikin hasil dari penjualan kita stagnan. Kalau kita sudah tau masalahnya, lalu kita bisa menciptakan solusi tersebut dari masalah yang kita miliki. Jika pencapaian omset diukur dari minggu ke minggu, Berikut ini kunci rahasia   omset penjualan agar meningkat :   1.  Bekerja berbasiskan data Banyak dari kita atau sebagai sales yang meremehkan data. Padahal data adalah faktor kunci kita dalam bekerja. Sayangnya banyak di antara kita yang berfokus pada aktivitas lapangan tapi lemah dalam soal data. Dapat dikatakan bekerja terkait data erat kaitannya dengan tim administrasi atau supervisor, karena hanya mereka yang memiliki keleluasaan dalam mengakses data. Padahal bagi seorang sales, jika bekerja berdasarkan data maka seorang sales di lapangan da

Skema Pemberangusan Demokrasi Kampus

Menyikapi Peraturan Disiplin Mahasiswa UPI 2013 Oleh : Moch. Vichi Fadhli R             Pemuda dan mahasiswa semakin dihadapkan pada ketidakpastian arah dan cenderung terjerambab dalam jurang semu dunia pendidikan kekinian. Hal ini semakin tampak, dalam melihati situasi nasional yang begitu bergejolak, dengan upaya liberalisasi di tubuh pendidikan yang pada akhirnya berimbas pada melonjaknya biaya pendidikan, komersialisasi pendidikan, hilangnya akses rakyat untuk mengenyam Pendidikan Tinggi (PT), juga diskriminasi terhadap rakyat dalam mengakes bangku pendidikan.             Dalam hal ini tentunya secara alamiah akan menumbuhkan gejolak protes masyarakat lewat berbagai aksi karena abainya pemerintah dalam melakukan pencerdasan terhadap seluruh rakyat Indonesia. Khususnya pemuda dan mahasiswa sebagai warga kampus yang turut secara langsung merasakan mahalnya harga kuliah sehingga akan timbul secara sendirinya gejolak massa dalam berekspresi, juga berpendapat dalam berbagai

Masa Depan Manusia VS AI

Oleh : Moch. Vichi Fadhli   Pada sekitar tahun 1950-an, sekumpulan ilmuwan melakukan eksperimen pada sekumpulan Kera di pulau Kojima. Beberapa ilmuwan tersebut menyimpan kentang manis di pasir pantai untuk makanan Kera. Suatu hari, seekor Kera Muda bernama Imo secara sengaja mempelajari cara bahwa Kentang akan terasa lebih enak jika dicuci lebih dahulu. Imo mulai mengajari kepada teman-temannya dan anggota keluarga yang lebih tua untuk membersihkan makanan agar makanan terasa lebih enak. Perubahan perilaku kelompok Kera tersebut mulai perlahan-lahan nampak. Akhirnya sebagian besar Kera mengadopsi cara tersebut dan kebiasaan tersebut menjadi sebuah ‘Norma Baru’ dalam sekelompok Kera. Fenomena ini dikenal sebagai efek Kera ke-100 sebagai bentuk perubahan perilaku. Fenomena ini menekankan tentang arti penting sebuah perubahan perilaku. Dalam diskursus marketing banyak kita temukan tentang perubahan Consumer Behavior . Perubahan juga didorong oleh penemuan-penemuan baru dalam ruang l