Langsung ke konten utama

Olahraga dan Kerusuhan

(Moch. Vichi Fadhli)
Pend. Kepelatihan Olahraga UPI 2010



Banyak yang menaruh pertanyaan mengapa olahraga di Indonesia selalu diwarnai oleh kerusuhan. Selalu saja ada beberapa oknum yang menjadi biang permasalahan dalam pelaksanaan kegiatan. Ini bisa dilakukan baik dari atlet, pelatih, maupun dari penonton (baca: suporter). Mereka yang larut pada nuansa emosi dalam keberlangsungan permainan kadang tidak dapat mengatur ritme emosinya dengan baik, sehingga mengharuskan emosi negatifnya keluar menjadi suatu tindakan yang merugikan.
Kasus seperti ini biasa terjadi di beberapa cabang olahraga. Khususnya pada olahraga-olahraga besar seperti sepakbola, basket, bola voli, dan lain-lain. Yang lebih parahnya lagi, kerusuhan dalam suatu pertandingan dibarengi oleh seluruh pihak sehingga makna dari suatu olahraga telah terkelupas habis oleh kebodohan ego.
Sebelum beranjak lebih jauh, kita harus mengetahui dahulu apa hakikat dasar dari suatu olahraga. Olahraga adalah suatu olah tubuh yang memiliki guna meningkatkan kebugaran serta memanfaatkan fungsi-fungsi anatomi manusia sehingga berguna untuk berbagai kebutuhan. Dalam olahraga permainan, hakikat dasar olahraga tetap melekat disertai dengan nilai-nilai sportivitas sehingga jalannya olahraga dapat memberikan nilai sosial lebih pada tiap personal.
Sepakbola yang menawarkan tontonan menarik menjadi suatu wadah dari beberapa emosi yang tertampung dalam genggaman olahraga tersebut. Terlebih lagi bila di posisi sebagai pemain yang merasakan atmosfer pertandingan begitu panas. Benturan-benturan kecil akan memiliki implikasi tertentu dalam suatu pertandingan. Pemain yang salah menilai datangnya rangsangan dari luar akan memberikan output negatif dalam menyatakan suatu jawaban berupa tindakan kasar. Sehingga bila tindakan kasar jika dibalas lagi dengan tindakan negatif justru akan melahirkan kerusuhan.
Untuk membangitkan kualitas olahraga Indonesia, ada beberapa pembenahan yang mesti diterapkan yakni dari pengelolaan kegiatan, pelatihan moralitas antar personal, peningkatan sarana dan prasarana olahraga. Penulis akan membahas lebih merujuk pada bahasan studi moral di tiap individu. Menurut tokoh psikoanalitik Sigmund Freud (1933), berhipotesis bahwa superego, id, dan ego,berfungsi secara bersama-sama untuk mengendalikan perilaku agresif. Pada dasarnya superego (sebuah internalisasi norma sosial dan nilai-nilai orang tua) mengontrol id (pencarian kepuasan/naluri hedonistik) dan ego (fikiran dan keputusan pribadi). Dinyatakan bahwa proses ini berlangsung secara dinamis sehingga akan menimbulkan rasa bersalah pada setiap orang. Rasa bersalah ini adalah suatu sikap dalam pencegahan kerusuhan di suatu pertandingan.
Mengapa bisa melahirkan clash dalam suatu pertandingan? Ada suatu pola yang tidak seimbang dalam pengaturan respon manusia. Stimulus yang datang dari luar merangsang untuk menilai apakah rangsangan tersebut baik atau buruk, jika terdapat kesalahan dalam proses pengaturan rangsangan maka jawaban dari suatu respon itu melahirkan perbuatan yang menyimpang dari normanya. Implikasinya adalah praktik yang dapat merugikan banyak pihak.
Setelah kita menelaah tentang sebab dan akibat yang terjadi dari suatu pertentangan respon, maka bisa diambil 3 fase manusia menjalankan tindakannya. Pertama, fase mengetahui, yaitu mengetahui apa yang menjadi keyakinan dan memberlakukan nilai berkaitan dengan dilemma menerima stimulus dari luar. Kedua, fase menilai, melalui tahap pertimbangan dan penalaran ini memberlakukan nilai tertentu tentang pengendalian diri, empati, dan apa yang harus dilakukan. Ketiga, fase berbuat, perbuatan ini adalah pengaplikasian bentuk nyata dari fase-fase sebelumnya.

Sangat menarik untuk kita perhatikan dalam membenah sikap individu agar nilai sportivitas itu terjaga dengan baik. Beberapa masalah yang selalu tejadi di dunia olahraga Indonesia ini perlu perubahan. Walaupun pertandingan berjalan panas, pengontrolan moral tetap diprioritaskan sebelum menciptakan perbuatan yang lebih panas.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

5 Kunci Rahasia Meningkatkan Omset Penjualan bagi Sales Kanvas

  Sejauh ini, banyak sales yang masih terkendala oleh hasil penjualannya karena tidak mencapai target.   Kalau di daerah yang kita kerjakan sama sekali mengalami fase stuck dan tidak berkembang. Maka kita harus cek atau periksa hal apa yang bikin hasil dari penjualan kita stagnan. Kalau kita sudah tau masalahnya, lalu kita bisa menciptakan solusi tersebut dari masalah yang kita miliki. Jika pencapaian omset diukur dari minggu ke minggu, Berikut ini kunci rahasia   omset penjualan agar meningkat :   1.  Bekerja berbasiskan data Banyak dari kita atau sebagai sales yang meremehkan data. Padahal data adalah faktor kunci kita dalam bekerja. Sayangnya banyak di antara kita yang berfokus pada aktivitas lapangan tapi lemah dalam soal data. Dapat dikatakan bekerja terkait data erat kaitannya dengan tim administrasi atau supervisor, karena hanya mereka yang memiliki keleluasaan dalam mengakses data. Padahal bagi seorang sales, jika bekerja berdasarkan data maka seorang sales di lapangan da

Skema Pemberangusan Demokrasi Kampus

Menyikapi Peraturan Disiplin Mahasiswa UPI 2013 Oleh : Moch. Vichi Fadhli R             Pemuda dan mahasiswa semakin dihadapkan pada ketidakpastian arah dan cenderung terjerambab dalam jurang semu dunia pendidikan kekinian. Hal ini semakin tampak, dalam melihati situasi nasional yang begitu bergejolak, dengan upaya liberalisasi di tubuh pendidikan yang pada akhirnya berimbas pada melonjaknya biaya pendidikan, komersialisasi pendidikan, hilangnya akses rakyat untuk mengenyam Pendidikan Tinggi (PT), juga diskriminasi terhadap rakyat dalam mengakes bangku pendidikan.             Dalam hal ini tentunya secara alamiah akan menumbuhkan gejolak protes masyarakat lewat berbagai aksi karena abainya pemerintah dalam melakukan pencerdasan terhadap seluruh rakyat Indonesia. Khususnya pemuda dan mahasiswa sebagai warga kampus yang turut secara langsung merasakan mahalnya harga kuliah sehingga akan timbul secara sendirinya gejolak massa dalam berekspresi, juga berpendapat dalam berbagai

Masa Depan Manusia VS AI

Oleh : Moch. Vichi Fadhli   Pada sekitar tahun 1950-an, sekumpulan ilmuwan melakukan eksperimen pada sekumpulan Kera di pulau Kojima. Beberapa ilmuwan tersebut menyimpan kentang manis di pasir pantai untuk makanan Kera. Suatu hari, seekor Kera Muda bernama Imo secara sengaja mempelajari cara bahwa Kentang akan terasa lebih enak jika dicuci lebih dahulu. Imo mulai mengajari kepada teman-temannya dan anggota keluarga yang lebih tua untuk membersihkan makanan agar makanan terasa lebih enak. Perubahan perilaku kelompok Kera tersebut mulai perlahan-lahan nampak. Akhirnya sebagian besar Kera mengadopsi cara tersebut dan kebiasaan tersebut menjadi sebuah ‘Norma Baru’ dalam sekelompok Kera. Fenomena ini dikenal sebagai efek Kera ke-100 sebagai bentuk perubahan perilaku. Fenomena ini menekankan tentang arti penting sebuah perubahan perilaku. Dalam diskursus marketing banyak kita temukan tentang perubahan Consumer Behavior . Perubahan juga didorong oleh penemuan-penemuan baru dalam ruang l