Langsung ke konten utama

Korupsi, Budaya yang Tak Terselesaikan

                                                    Oleh : Moch. Vichi Fadhli R


Hari ini semakin mendung. Awan hitam menyelimuti beberapa bagian di seluruh Indonesia. Semua memberi dampak pada keberlangsungan aktivitas masyarakat. Tak beda, Praktik hitam birokrasi terus mencengkram modal dan mengeksploitasi seluruh sendi-sendi keuntungan demi kepentingan birokrat Negara. Rakyatlah yang menjadi korban ketidakadilan. Rakyatlah yang juga menelan pil pahit dari praktik kotor rezim anti rakyat SBY-Boediono.
            Korupsi menjadi hal yang pastinya memuakan untuk seluruh rakyat. Tak terkecuali seorang pejabat yang berkedok pengumbar kata-kata kebencian terhadap korupsi. Karena korupsi tidak jarang menjadi bahan politik pencitraan yang berkontradiksi dengan kenyataan di lapang.
            Sementara isu yang marak digencarkan oleh gerakan rakyat Indonesia diberbagai sektor adalah isu korupsi, dimana kasus-kasus korupsi seperti BLBI, dana talangan Bank Century, kasus Nazarudin yang menyeret seluruh kader Partai Demokrat dan klik dibawah pemerintahan SBY (Andy Malarangeng, Anas Urbaningrum, Angelina Sondakh, dsb) dan seluruh jajaran pemerintahan dari presiden hingga dari Bupati/Walikota semakin memperterang kekuasaan di negara Setengah Jajahan Setengah Feodal yang berwatak dasar korup.
Dari beberapa paparan diatas, menunjukkan ketimpangan kepemerintahan SBY yang dalam pernyataannya bahwa mengeluhkan kepada seluruh jajaran pemerintah Indonesia yang banyak merampok uang negara, berdasarkan hasil paparan dari Forum Indonesia Untuk Transparansi Anggaran (FITRA) mengungkapkan, terdapat penyimpangan Uang Negara sebesar Rp. 103,19 trilliun, sedangkan yang ditemukan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) dalam tujuh tahun terakhir baru Rp. 37,87 trilliun yang ditindak lanjuti, dan dari penyelesaian kerugian Negara sebesar Rp. 17,93 trilliun dan baru diangsur Rp. 1,8 trilliun. Selain itu juga, FITRA menegaskan penghabisan anggaran ketika pembentukan kabinet Indonesia Bersatu II 2009, dimana pemerintah pusat menghabiskan anggaran sebesar Rp. 278 milliar untuk pembelian mobil dinas pejabat Negara. (Kompas, 24-Oktober 2011).    Ditahun 2012 juga terdapat ketidak adilan di APBN tahun 2011, dimana anggaran belanja pegawai yang berjumlah 4,7 juta orang mencapai Rp. 215,7 trilliun, sedangkan untuk pengentasan penduduk miskin yang berjumlah 31 juta jiwa  hanya sebesar Rp. 50 trilliun.
Praktek Korupsi Sebagai Watak Kapitalis Birokrat
            Lalu mengapa korupsi terus membudaya? Kita selalu memiliki satu paradigma bahwa korupsi adalah sikap yang tak bermoral, lalu cenderung menjustifikasi bahwa permasalahan ini dikarenakan krisis moralitas para penguasa. Krisis moralitas hanyalah menyentuh permasalahan secara personal dan tak akan mendobrak budaya yang berjalan secara sistemik ini.
            Suatu tatanan sistem yang membelit di Negara-negara berkembang secara tidak langsung membentuk suatu budaya yang menjangkit kapitalis birokrasi. Kapitalis birokrat memiliki kewenangan secara luas menyangkut posisinya yang kuat sebagai pemegang modal dan boneka imperialis. Dalam hal ini memicu lahirnya kondisi yang rentan korupsi.
Dampaknya sangat terasa pada rakyat yang semakin tertindas seperti buruh industry, buruh jasa, tani, pedagang kecil, maupun mahasiswa. Keadaan korupsi yang terus menggila membuat beban defisit anggaran semakin bertambah. Lalu mengakibatkan sistem ekonomi yang “colaps” dan berujung pada semakin tingginya inflasi. Hal ini membuat harga-harga kebutuhan masyarakat kian melambung tinggi dan tak terbendung. Tidak seimbangnya antara harga kebutuhan masyarakat dan daya beli masyarakat menjadikan kemiskinan kian mengganas. 31 juta rakyat miskin disinyalir akan terus meningkat.
Untuk meredam dan menekan rezim reaksioner SBY-Boediono yang tidak pernah memihak pada rakyat, maka diperlukannya suatu upaya bersama-sama antara lapisan mahasiswa dan rakyat untuk melawan segala praktek yang menindas rakyat miskin. Gerakan rakyat yang besar akan memberikan suatu penghidupan yang bersemi bagi rakyat Indonesia. Lalu perlu kiranya membangun system yang demokratis untuk melapisi bangunan kekuasaan yang sedang sakit hari ini.

Hidup Rakyat Indonesia !!
*disampaikan pada diskusi publik hari Senin, 5 Desember 2011

*penulis, koord Dikprop Badan Persiapan Ranting (BPR) FMN UPI

Komentar

Postingan populer dari blog ini

5 Kunci Rahasia Meningkatkan Omset Penjualan bagi Sales Kanvas

  Sejauh ini, banyak sales yang masih terkendala oleh hasil penjualannya karena tidak mencapai target.   Kalau di daerah yang kita kerjakan sama sekali mengalami fase stuck dan tidak berkembang. Maka kita harus cek atau periksa hal apa yang bikin hasil dari penjualan kita stagnan. Kalau kita sudah tau masalahnya, lalu kita bisa menciptakan solusi tersebut dari masalah yang kita miliki. Jika pencapaian omset diukur dari minggu ke minggu, Berikut ini kunci rahasia   omset penjualan agar meningkat :   1.  Bekerja berbasiskan data Banyak dari kita atau sebagai sales yang meremehkan data. Padahal data adalah faktor kunci kita dalam bekerja. Sayangnya banyak di antara kita yang berfokus pada aktivitas lapangan tapi lemah dalam soal data. Dapat dikatakan bekerja terkait data erat kaitannya dengan tim administrasi atau supervisor, karena hanya mereka yang memiliki keleluasaan dalam mengakses data. Padahal bagi seorang sales, jika bekerja berdasarkan data maka seorang sales di lapangan da

Skema Pemberangusan Demokrasi Kampus

Menyikapi Peraturan Disiplin Mahasiswa UPI 2013 Oleh : Moch. Vichi Fadhli R             Pemuda dan mahasiswa semakin dihadapkan pada ketidakpastian arah dan cenderung terjerambab dalam jurang semu dunia pendidikan kekinian. Hal ini semakin tampak, dalam melihati situasi nasional yang begitu bergejolak, dengan upaya liberalisasi di tubuh pendidikan yang pada akhirnya berimbas pada melonjaknya biaya pendidikan, komersialisasi pendidikan, hilangnya akses rakyat untuk mengenyam Pendidikan Tinggi (PT), juga diskriminasi terhadap rakyat dalam mengakes bangku pendidikan.             Dalam hal ini tentunya secara alamiah akan menumbuhkan gejolak protes masyarakat lewat berbagai aksi karena abainya pemerintah dalam melakukan pencerdasan terhadap seluruh rakyat Indonesia. Khususnya pemuda dan mahasiswa sebagai warga kampus yang turut secara langsung merasakan mahalnya harga kuliah sehingga akan timbul secara sendirinya gejolak massa dalam berekspresi, juga berpendapat dalam berbagai

Masa Depan Manusia VS AI

Oleh : Moch. Vichi Fadhli   Pada sekitar tahun 1950-an, sekumpulan ilmuwan melakukan eksperimen pada sekumpulan Kera di pulau Kojima. Beberapa ilmuwan tersebut menyimpan kentang manis di pasir pantai untuk makanan Kera. Suatu hari, seekor Kera Muda bernama Imo secara sengaja mempelajari cara bahwa Kentang akan terasa lebih enak jika dicuci lebih dahulu. Imo mulai mengajari kepada teman-temannya dan anggota keluarga yang lebih tua untuk membersihkan makanan agar makanan terasa lebih enak. Perubahan perilaku kelompok Kera tersebut mulai perlahan-lahan nampak. Akhirnya sebagian besar Kera mengadopsi cara tersebut dan kebiasaan tersebut menjadi sebuah ‘Norma Baru’ dalam sekelompok Kera. Fenomena ini dikenal sebagai efek Kera ke-100 sebagai bentuk perubahan perilaku. Fenomena ini menekankan tentang arti penting sebuah perubahan perilaku. Dalam diskursus marketing banyak kita temukan tentang perubahan Consumer Behavior . Perubahan juga didorong oleh penemuan-penemuan baru dalam ruang l